PORTALBANGKALAN.COM - Proyek ambisius pembangunan bandara baru di Sumatera Barat telah menjadi sorotan sejak pertama kali dicetuskan pada tahun 2007. Namun, hingga kini proyek ini masih terhambat oleh berbagai tantangan, termasuk sengketa tanah adat yang tak kunjung usai.
Pertarungan Mewujudkan Rencana Presiden
Rencana untuk membangun bandara baru di Sumatera Barat ini sejalan dengan ambisi Presiden Joko Widodo yang ingin memajukan transportasi udara di Indonesia. Bahkan, proyek ini termasuk dalam agenda besar Presiden untuk membangun sepuluh bandara baru di seluruh negeri. Pembangunan bandara ini pun harus dimulai pada tahun 2023 agar bisa beroperasi saat masa jabatan Presiden berakhir pada tahun 2024.
Dana Fantastis 1,22 T dan Studi Matang
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah mengalokasikan dana sebesar 1,22 triliun rupiah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk merealisasikan proyek ini. Dana tersebut diharapkan dapat mencakup pembangunan sepuluh bandara baru, termasuk di Sumatera Barat. Pemerintah daerah juga telah mengalokasikan dana sebesar 21 miliar rupiah untuk mendukung proyek ini. Studi rancangan induk dan rancangan teknik terinci telah diselesaikan untuk mendukung pembangunan ini.
Sengketa Tanah Adat: Kendala Utama
Namun, di balik proyek yang diharapkan akan menjadi terobosan bagi pariwisata dan konektivitas, muncul kendala utama: sengketa tanah adat. Lahan yang telah dipilih untuk pembangunan bandara ini ternyata merupakan tanah ulayat milik masyarakat adat setempat. Terletak di Desa Botohilitano, Kecamatan Luahagundre, Kabupaten Nias Selatan, lahan ini berjarak 341 km dari Padang.