Selain dari pembantaian pemberontak Tionghoa pada peristiwa 1740, wilayah Rawa Bangke juga berasal dari pembuangan korban perampokan di daerah tersebut.
Perampok membuang mayat korbannya di wilayah tersebut untuk menghilangkan jejak. Kakek dari Haji Sanap, salah satu sesepuh Rawa Bunga, menjelaskan bahwa ada banyak cerita asal mula Rawa Bangke.
Perubahan Nama Menjadi Rawa Bunga
Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, nama Rawa Bangke diubah menjadi Rawa Bunga. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kesan seram pada wilayah tersebut. Salah satu cerita rakyat yang menceritakan asal-usul wilayah Rawa Bangke adalah 'Si Hamsyah'.
Cerita ini mengisahkan bahwa wilayah Rawa Bangke dahulu merupakan hutan belantara yang dihuni oleh berbagai jenis binatang. Namun, wilayah tersebut kemudian dijadikan tempat pembuangan mayat oleh para perampok. Oleh karena itu, wilayah tersebut terkenal dengan sebutan Rawa Bangke.
Perkembangan Stasiun Jatinegara
Pergantian nama wilayah Rawa Bunga menjadi Stasiun Jatinegara terjadi pada masa penjajahan Jepang. Meskipun pasukan Jepang tidak mengganti nama wilayah kekuasaan Belanda ke Jepang, namun terdapat banyak versi sejarah penamaan Stasiun Jatinegara.
Setelah Indonesia merdeka, seluruh aset perkeretaapian yang dulunya dikuasai oleh Jepang diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Saat ini, Stasiun Jatinegara dikelola oleh PT KAI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Stasiun Jatinegara Sebagai Cagar Budaya
Stasiun Jatinegara kini menjadi cagar budaya. Bentuk dan keaslian bangunan stasiun ini masih terjaga dengan baik, sehingga menjadi salah satu peninggalan sejarah yang penting bagi perkembangan perkeretaapian di Indonesia.
Selain itu, stasiun ini juga menjadi saksi bisu dari sejarah kelam di masa lalu. Stasiun Jatinegara dulunya bernama Rawa Bangke karena di sekitarnya terdapat banyak bangkai manusia yang dibuang, baik akibat pembegalan maupun pembunuhan. Sejarah pembantaian pemberontak Tionghoa pada tahun 1740 juga memberi warna tersendiri pada sejarah stasiun ini.
Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, nama Rawa Bangke diganti menjadi Rawa Bunga dengan tujuan menghilangkan kesan seram. Namun, pada masa penjajahan Jepang, nama wilayah Rawa Bunga berubah menjadi Stasiun Jatinegara dan hingga saat ini nama tersebut masih dipertahankan.