Perintah takwa itu berlaku bagi siapa saja. Apakah rakyat biasa atau penguasa. Semua akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Penguasa tentu tanggung jawabnya lebih besar.
Ketahuilah, pemimpin atau penguasa pada hakikatnya adalah pelayan rakyat. Mula al-Qari di dalam Mirqâtu al-Mafâtîh Syarhu Shahîh al-Bukârî menyatakan bahwa Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu Qatadah dan al-Khathib, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Ibn Majah).
Mula al-Qari, mengutip ath-Thibiy, menjelaskan maksud riwayat ini: “Pemimpin itu harus demikian (yakni layaknya pelayan) karena ia wajib mewujudkan berbagai kemaslahatan mereka dan mengurusi keadaan mereka secara lahir dan batin.”
Sebagai pelayan rakyat, semestinya penguasa selalu mengutamakan kemaslahatan rakyat dan mengurusi urusan mereka. Tidak menyusahkan rakyat. Tidak mau merugikan, membahayakan dan menyengsarakan rakyat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam telah menggariskan bahwa penguasa wajib mengurusi segala urusan dan kemaslahatan rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas hal itu. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ