Inilah Kisah Menarik di Balik Lagu 'Sepasang Mata Bola' yang Selalu Diputar di Stasiun Wates, Bikin Penasaran!

- 2 Maret 2023, 10:12 WIB
Inilah Kisah Menarik di Balik Lagu 'Sepasang Mata Bola' yang Selalu Diputar di Stasiun Wates, Bikin Penasaran!
Inilah Kisah Menarik di Balik Lagu 'Sepasang Mata Bola' yang Selalu Diputar di Stasiun Wates, Bikin Penasaran! /https://heritage.kai.id//

Setelah Indonesia merdeka, Stasiun Wates menjadi bagian dari jaringan kereta api milik negara dan dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) hingga saat ini.

Jumlah Jalur di Stasiun Wates

Awalnya, Stasiun Wates hanya memiliki satu jalur lintas lurus. Namun, pada tahun 2006-2007, saat jalur ganda lintas Kutoarjo-Yogyakarta dioperasikan, jumlah jalur di Stasiun Wates pun bertambah menjadi lima.

Jalur 1 digunakan untuk jalur lintas sepur arah Yogyakarta, jalur 2 untuk sepur lurus arah Kutoarjo, dan jalur 3 serta 4 sebagai tempat pemberhentian kereta api. Sementara itu, jalur 5 adalah jalur belok yang biasanya digunakan untuk parkir atau bongkar muat angkutan, seperti batu balas atau kricak.

Uniknya, pada ornamen kaca patri di gunungan atap depan stasiun, terdapat tulisan 'Wates' dalam aksara Jawa yang membuat stasiun ini semakin berbeda dari stasiun pada umumnya.

Baca Juga: Terungkap! Enam Ciri Khas Suku Dayak yang Membuat Anda Terkagum-Kagum

Kisah di Balik Instrumen Lagu Sepasang Mata Bola

Bagi sebagian orang, Stasiun Wates terkenal dengan instrumen lagu berjudul 'Sepasang Mata Bola' karya Ismail Marzuki dan Suto Iskandar yang sering diputar di stasiun ini.

"Instrumen lagu Sepasang Mata Bola" memang menjadi salah satu ciri khas dari Stasiun Wates. Namun, apakah Anda tahu kisah di balik lagu ini?

Dikisahkan bahwa pada awalnya, Ismail Marzuki menulis lagu ini sebagai lagu wajib untuk AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Namun, lagu ini tidak pernah digunakan oleh AURI dan akhirnya lagu tersebut pun terlupakan.

Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 1950-an, sebuah stasiun radio di Bandung memutar kembali lagu tersebut dan membuatnya semakin populer. Sejak saat itu, lagu ini sering dimainkan di stasiun radio dan menjadi terkenal di kalangan masyarakat Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1960-an, Suto Iskandar, seorang musisi dari Yogyakarta, mengaransemen ulang lagu tersebut menjadi instrumen dengan alat musik keroncong. Instrumen tersebut kemudian dijadikan sebagai jingle stasiun Wates.

Halaman:

Editor: Mohamad Jamaludin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah